Rabu, 01 Juni 2011


HUBUNGAN FILSAFAT dan AGAMA
Oleh: Zainur Rahman

A.    PENDAHULUAN

Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.
Disamping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian filsafat
Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang non empirik dan non eksperimental, diperoleh manusia melalui usahanya dengan pemikiran yang mendalam. Mengenai objek formalnya; sesuatu yang menyangkut sifat dasar, arti, nilai, dan hakikat dari sesuatu. Jadi sesuatu yang dapat dijangkau oleh indera dan percobaan. Menjangkaunya hanyalah mungkin dengan pemikiran filosofis, yaitu pemikiran yang mendalam, logis dan rasional.[1]

2.      Pengertian Agama
Agama memang tidak mudah diberi definisi, karena agama mengambil berbagai bentuk sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Meskipun tidak terdapat definisi yang universal, namun dapat disimpulkan bahwa sepanjang sejarah manusia telah menunjukkan rasa "suci", dan agama termasuk dalam kategori "hal yang suci". Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang tidak terbatas yang diberikan kepada obyek yang disembah. Hubungan manusia dengan "yang suci" menimbulkan kewajiban, baik untuk melaksanakan maupun meninggalkan sesuatu.
Di dalam setiap agama, paling tidak ditemukan empat ciri khas. Pertama, adanya sikap percaya kepada Yang Suci. Kedua, adanya ritualitas yang menunjukkan hubungan dengan Yang Suci.  Ketiga, adanya doktrin tentang Yang Suci dan tentang hubungan tersebut.  Keempat, adanya sikap yang ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut.
Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di muka bumi, sesuai dengan asalnya, dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, agama samawi (agama langit), yaitu agama yang dibangun berdasarkan wahyu Allah. Kedua, agama ardli (agama bumi), yaitu agama yang dibangun berdasarkan kreasi manusia.[2]

3.      Posisi Filsafat terhadap Agama
Perkataan filsafat mula-mula pada asalnya mempunyai arti yang sederhana, sekedar pembedaan antar sifat manusia dengan sifat yang dimiliki Tuhan berkenaan dengan kepandaiannya. Manusia tidak dapat bersifat bijaksana, dia boleh jadi penggemar kebijaksanaan, sedangkan tuhan sajalah yang bersifat bijaksana. Akan tetapi lama-kelamaan perkataan itu digunakan untuk menunjukkan kepada satu aktifitas yang berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan. Satu aktifitas yang erat sekali hubungannya dengan jiwa dan pikiran yang bebas dalam memahami alam dan dunia yang ada di sekeliling. Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai kerjasama yang baik dengan Agama. Bahkan banya penulis condong untuk mengatakan bahwa Agama adalah juga filsafat, filsafat dari kebanyakan orang.

4.      Perbedaan Filsafat dan Agama
Dalam filsafat nilai kebenarannya spekulatif, karena tidak mungkin diuji dengan metode empirik dan eksperimen.karena itu biasanya dalam menghadapi hasil filsafati, orang hanya mengatakan aku cenderung pada pendapat itu dan sebagainya.[3]
Namun beda halnya dengan agama yang nilai kebenarannyaadalah mutlak, karena nilai agama bagi orang yang beriman diyakini sebagai datang dari tuhan yang maha kuasa, diberikan kepada manusia untuk pedoman dan petunjuk hidupnya tetapi karena dalam kenyataan agama itu tidak hanya satu tetapi banyak, maka terserah kepada manusia sendiri menentukan pilihannya.  

5.      Hubungan antara Filsafat dan Agama 
Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia, maka keduanya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila salah satunya tidak ada dalam diri manusia.
Dikatakan reflektif karena filsafat dan agama baru dapat dirasakan (diketahui) manfaatnya dalam kehidupan manusia, apabila keduanya merefleksi (lewat proses pantul diri) dalam diri manusia.[4] Filsafat mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia, sedangkan agama mendasarkan pada otoritas wahyu.

C.    KESIMPULAN
Uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan agama dan filsafat sangat erat karena keduanya saling melengkapi. Sebagaimana filsafat memiliki otoritas pada pemikiran sedangkan agama memiliki otoritas pada wahyu hal itu harus ada dalam diri manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Syadali, Ahmad. 2002. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Biyanto. Hubungan filsafat dan Agama. on-line. www.geocities.com/HotSprings/6774/j-18.html
Muslih, Mohammad. 2005. Filsafat Umum:dalam Pemahaman Praktis. :(Yogyakarta: Belukar,


[1] Ahmad syadali, Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 35
[2] Biyanto. Hubungan filsafat dan Agama. on-line. www.geocities.com/HotSprings/6774/j-18.html
[3] Mohammad Muslih, Filsafat Umum:dalam Pemahaman Praktis. :(Yogyakarta: Belukar, 2005), 26
[4] Ahmad syadali, Filsafat Umum, 36

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More